Jumlah pelongok sejak 25 April 2011

Senin, 25 April 2011

Transformasi Budaya Kerja Aparatur Negara

Sumber: http://www.sinarharapan.co.id/berita/0401/15/opi01.html

Oleh: Feisal Tamin

Tantangan yang dihadapi aparatur negara cukup memprihatinkan terutama karena masih ada pemimpin dan aparatur negara yang mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerja. Oleh karena itu perlu segera dikembangkan budaya kerja aparatur demi terwujudnya kesejahteraan dan pelayanan masyarakat secara baik dan benar.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengembangkan program yang menyangkut budaya kerja aparatur, peningkatan efisiensi, disiplin, penghematan, dan kesederhanaan hidup, yang semuanya diarahkan pada perwujudan pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government).

Masalah mendasar dalam memahami dan mengimplementasikan budaya kerja itu merupakan tugas berat yang ditempuh secara utuh menyeluruh dalam waktu panjang karena menyangkut proses pembangunan karakter, sikap, dan perilaku serta peradaban bangsa.
Budaya kerja aparatur negara dapat diawali dalam bentuk nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, institusi, atau sistem kerja, sikap dan perilaku SDM aparatur yang melaksanakan.

Interaksi antara ketiga unsur penting itulah yang sangat mempengaruhi pengembangan budaya kerja. Di samping faktor lingkungan yang sangat mempengaruhinya, unsur-unsur itu diinternalisasikan ke dalam setiap pribadi aparatur sehingga menghasilkan kinerja berupa produk dan jasa yang bermutu bagi peningkatan pelayanan masyarakat.
Untuk mengimplementasikannya diperlukan perbaikan persepsi, pola pikir, dan mengubah perilaku yang dilakukan dengan menumbuhkembangkan nilai-nilai budaya kerja sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Proses Sosialisasi

Peningkatan kinerja aparatur baik secara individu dan secara nasional akan dapat berdaya guna bila nilai-nilai dasar budaya kerja dapat diterapkan melalui proses sosialisasi, internalisasi dan institusionalisasi dengan cara penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk pengembangan jati diri, sikap dan perilaku aparatur negara sebagai pelayanan masyarakat; penerapan nilai-nilai budaya kerja melalui pengembangan kerja sama dan dinamika kelompok; penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki kebijakan publik; penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki pelaksanaan manajemen dan pelayanan masyarakat; penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki pelaksanaan pengawasan, evaluasi kinerja dan penegakan hukum secara konsisten.

Budaya kerja ini diharapkan tidak terhenti sebagai wacana melainkan benar-benar bisa terwujud sebagai standard operating procedure. Karena itu dua pendekatan dapat ditempuh secara strategis yaitu sosialisasi dari dalam aparatur negara sendiri dipadukan dengan sosialisasi kepada masyarakat.
Sosialisasi kepada masyarakat sangat strategis karena dapat membentuk opini publik yang diharapkan dapat berdampak positif terhadap perubahan lingkungan sosial yang mampu ”memaksa” perubahan sikap dari perilaku setiap aparatur negara.

Nilai Budaya

Sistem nilai budaya merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok manusia/ individu yang sangat berpengaruh terhadap budaya kerja aparatur negara.

Hal tersebut disebabkan karena secara praktis budaya kerja mengandung beberpa pengertian. Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai-nilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam bekerja.

Di dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling ketergantungan (interdependensi) baik sosial maupun lingkungan sosial.
Pada hakikatnya, bekerja merupakan bentuk atau cara manusia mengaktualisasikan dirinya, di samping itu bekerja juga merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan yang dianutnya dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam pencapaian tujuan.

Permasalahan dalam budaya kerja yang dihadapi adalah terabaikannya nilai-nilai etika dan budaya kerja dalam birokrasi pemerintahan sehingga melemahkan disiplin, etos kerja dan produktivitas kerja.

Secara umum dapat dikatakan bahwa birokrasi pemerintahan belumlah efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya, kegemukan, berjalan lambat, belum proporsional dan profesional.

Hampir 50% PNS belum produktif, efisien, dan efektif, ditinjau dari aspek kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan, dan pengawasan. Dari sisi kelembagaan, masih terjadi duplikasi atau overlapping; bentuk organisasi belum berbentuk piramidal, akan tetapi masih berbentuk piramida terbalik.
Dilihat dari kepegawaian juga masih terjadi pengalokasian PNS yang tidak profesional antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia. PNS lebih didominasi oleh golongan II dan I (hampir 70%) dari total pegawai.

Dilihat dari ketatalaksanaan dan pelayanan publik, terjadi sistem prosedur pelayanan yang belum transparan, berbelit-belit dan terjadi praktik KKN. Oleh karena itu komitmen mewujudkan birokrasi yang bersih dan profesional harus ditindaklanjuti.
Dalam hal pengawasan dan akuntabilitas aparatur, masih terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masih banyak terjadi praktik KKN antara lain disebabkan: pertama, masih banyak peraturan perundang-undangan yang memberi peluang terjadinya praktik KKN dan perlu ditinjau kembali. Kedua, budaya minta dilayani menjadi budaya melayani masyarakat memerlukan waktu untuk diubah.
Ketiga, rendahnya tingkat disiplin masyarakat dan tingkat disiplin aparatur, dan keempat, belum berfungsinya secara baik aparat pengawas fungsional pemerintah termasuk aparat penegak hukum.

Etika Kebijakan

Dalam pengembangan budaya kerja aparatur, telah disusun pedoman pelaksanaan pengembangan budaya kerja aparatur negara beserta teknis dan mekanisme pelaksanaannya, sosialisasi penerapan nilai-nilai budaya kerja aparatur dan ditunjang dengan pelaksanaan pelatihan untuk ”mindsetting and value” di lingkungan aparatur pemerintah, perumusan RUU tentang Etika Aparatur Negara (RUU Perilaku Aparat Negara), sebagai acuan kode etik begi aparat negara dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.

Selanjutnya telah dilaksanakan pengembangan budaya kerja aparatur negara di lima daerah percontohan yaitu Jambi, Gorontalo, Pandeglang, Kabupaten Kutai Timur dan kota Pare Pare.

Kondisi budaya kerja yang diharapkan ”Terbangunnya Kultur Birokrasi Pemerintah” untuk mewujudkan kondisi tersebut antara lain terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi melalui pengembangan budaya kerja yang membentuk perubahan sikap dan perilaku serta motivasi kerja.
Dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi, terbentuk sikap, perilaku dan budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Dalam reformasi birokrasi diharapkan dapat terwujud birokrasi yang andal dan profesional efektif dan efisien serta mampu mengantisipasi dinamika perubahan global yang merupakan landasan kokoh bagi Indonesia menuju civil society yang demokratis, maju dan mandiri, berdaya saing serta bersih dalam penyelenggaraan negara.
Komitmen mewujudkan birokrasi yang bersih dan profesional harus ditindaklanjuti dengan beberapa strategi antara lain perampingan birokrasi yang meliputi penataan tugas dan fungsi pemerintah di setiap tingkat, rasionalisasi organisasi, rasionalisasi pegawai, desentralisasi, dan privatisasi; Pengembangan sistem dan metode kerja aparatur; Penerapan sistem merit dalam manajemen PNS; Penerapan sistem remunerasi PNS yang layak dan adil; Pencegahan dan pemberantasan KKN; penyempurnaan sistem dan peningkatan pelayanan publik yang berkualitas.

Strategi tersebut selanjutnya harus diikuti langkah-langkah praktis dan rasional yang memungkinkan sistem pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien di antaranya: Pertama, penataan peran dan kelembagaan pemerintah dengan sasaran terwujudnya tentang Etika Aparatur Negara (RUU Perilaku Aparat Negara), sebagai acuan kode etik begi aparat negara dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.
Selanjutnya telah dilaksanakan pengembangan budaya kerja aparatur negara di lima daerah percontohan yaitu Jambi, Gorontalo, Pandeglang, Kabupaten Kutai Timur dan kota Pare Pare.

Kondisi budaya kerja yang diharapkan ”Terbangunnya Kultur Birokrasi Pemerintah” untuk mewujudkan kondisi tersebut antara lain terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi melalui pengembangan budaya kerja yang membentuk perubahan sikap dan perilaku serta motivasi kerja.
Dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi, terbentuk sikap, perilaku dan budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat kepercayaan dari masyarakat.

Dalam reformasi birokrasi diharapkan dapat terwujud birokrasi yang andal dan profesional efektif dan efisien serta mampu mengantisipasi dinamika perubahan global yang merupakan landasan kokoh bagi Indonesia menuju civil society yang demokratis, maju dan mandiri, berdaya saing serta bersih dalam penyelenggaraan negara.
Komitmen mewujudkan birokrasi yang bersih dan profesional harus ditindaklanjuti dengan beberapa strategi antara lain perampingan birokrasi yang meliputi penataan tugas dan fungsi pemerintah di setiap tingkat, rasionalisasi organisasi, rasionalisasi pegawai, desentralisasi, dan privatisasi; Pengembangan sistem dan metode kerja aparatur; Penerapan sistem merit dalam manajemen PNS; Penerapan sistem remunerasi PNS yang layak dan adil; Pencegahan dan pemberantasan KKN; penyempurnaan sistem dan peningkatan pelayanan publik yang berkualitas.

Strategi tersebut selanjutnya harus diikuti langkah-langkah praktis dan rasional yang memungkinkan sistem pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien di antaranya:

Pertama, penataan peran dan kelembagaan pemerintah dengan sasaran terwujudnya organisasi pemerintahan yang ramping, efektif, dan efisien yang dapat mendukung peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan yang berdaya saing tinggi di tingkat nasional dan global.

Kedua, pengaturan tata laksana pemerintahan dengan sasaran terbentuknya mekanisme, prosedur, hubungan, metode, dan tata kerja aparatur negara yang tertib dan efektif.

Ketiga, peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan sasaran hadirnya pegawai negeri sipil yang proporsional, netral, dan dapat mempertanggungjawabkan keputusan serta tindakannya.

Keempat, pemberantasan KKN dengan sasaran tampilnya aparatur negara yang bebas KKN dan kinerja instansi pemerintah yang accountable. Dan Kelima, peningkatan kualitas pelayanan publik dengan sasaran terwujudnya pelayanan publik yang sederhana, transparan, tepat, terjangkau, lengkap, wajar, serta adil.

Diharapkan dengan strategi dan langkah-langkah konkret dimaksud dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan publik terhadap performance, baik instansi maupun pejabat publik, pada gilirannya dapat mendekatkan pemerintah dengan masyarakat serta terjalin aliansi atau linkage antara institusi negara, masyarakat, dan sektor swasta.

Aliansi antara ketiga pilar tersebut (pemerintah, masyarakat, dan kalangan swasta) diperlukan untuk menghindari sikap dan perilaku aparat pemerintah terjebak dalam pola birokrasi yang kaku eksklusif dan kebebasan berkreasi.

Semangat reformasi birokrasi yang menjadi harapan masyarakat seyogyanya memotivasi setiap pengambil kebijakan pada instansi pemerintah mana pun, baik di pusat maupun di daerah agar memiliki kemauan dan keberanian secara moral dan politik, untuk memproduksi kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada terwujudnya good governance yang dapat mendukung kelancaran dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintah secara demokratis.

Akhirnya, komitmen untuk memperkuat kebijakan pemerintah dalam mewujudkan birokrasi profesional yang tekah menjadi agenda nasional, seiring dengan tuntutan demokratisasi dan globalisasi, sangat memerlukan konsistensi dan kontinuitas perjuangan baik oleh pemerintah, masyarakat, dan kalangan dunia usaha tanpa tergantung kepada siapa yang memegang kendali pemerintahan.

Karena itu sosialisasi dan impementasi tata pemerintahan yang baik perlu terus ditingkatkan sehingga resonansi dan gerakan bersih, transparan, dan profesional dapat menjadi agenda semua pihak dan perlu dicanangkan di segala bidang kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Penulis adalah Menteri Negara Pendayaguanaan Aparatur) *****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar